Rabu, 18 Mei 2016

Ujian itu adalah Hadiah dari Allah

Assalaamualaikum




Tau gak sih Ujian yang didatangkan dari Allah merupakan hadiah buat kita. Jangan pernah berfikir ketika Allah menguji kita Allah itu benci dengan kita. Biasanya Allah menguji kita karena Allah rindu akan kita. Rindu dengan doa-doa yang selalu kita panjatkan dan sebagainya. Allah rindu akan komunikasi kita denganNYA. Allah juga tak akan menguji hambanya melebihi kemampuannya hambanya.
Simaklah Firman Allah SWT yang begitu indah ini,

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu? Yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan bagimu sebutanmu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS. Alam Nasyrah/94:1-8)


Melalui Ayat ini Allah SWT ingin mengingatkan kepada kita akan janjiNya bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, dan harus kita yakini bahwa Allah memiliki banyak pintu kemudahan agar kita bisa melewati setiap ujian yang datang, maka sudah seharusnya kita mengikutsertakan selalu hati yang bersih dan keyakinan yang menghujam di dalam dada kita akan dekatnya pertolongan Allah mana kala kita pun dekat denganNya. Jangan pernah ragu akan janji datangnya pertolongan Allah, Allah lah yang punya kuasa membalikkan keadaan, Allah lah yang memiliki kuasa menjadikan kita tersenyum bahagia selepas kita menangis, dan Allah lah yang memiliki kuasa atas setiap jawaban di setiap ujian yang kita hadapi, Jangankan Menenangkan ombak yang ganas, menenangkan air mata kita yang larut di pipi dan mengubahnya menjadi senyuman yang manis pun Allah sudah pasti sanggup. Maka untuk apa kita ragu, yakinlah ada kasih sayang Allah di balik ujian yang datang dan mulai saat ini, ketika ada ujian yang datang haruslah kita Hadapi, Hayati dan Nikmati. Karena sungguh bisa jadi ujian yang Allah berikan kepada kita adalah sebuah undangan khusus dari Allah agar kita bisa kembali dekat denganNya.


Lha, disinilah akan muncul sebuah pertanyaan, “Kenapa seluruh manusia tidak diuji dengan nikmat pemberian?". Jadi, jawabannya adalah seandainya seluruh manusia dalam keadaan sehat wal afiyat, harta melimpah dan berbagai macam nikmat lainnya, maka mereka tidak akan pernah merasakan betapa besarnya nilai kenikmatan tersebut.

Kalaupun manusia diberikan kesehatan terus menerus, niscaya dokter yang lazimnya dia kaya raya, dia akan terjatuh pada kemiskinan, dan ilmunya tidak akan terpakai. Kemudian contoh lain ialah, kalaupun orang diberikan harta yang melimpah semua, niscaya tidak akan ada tukang bangunan, tidak akan ada tukang tambal ban, dan lain sebagainya.

Selain itu, kita tidak akan bisa membedakan antara orang yang tawadlu’ dengan orang yang sombong; antara orang yang bersyukur dengan yang kufur; daan antara orang yang sabar dengan yang tidak sabar. Bukankah Allah telah berkalam:


“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal kalian.” (QS. Muhammad 31)

Allah juga berkalam:


“Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kalian atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Pemeliharamu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am: 165)

Hal ini dari salah satu segi. Adapun dari segi lainnya bahwa Allah Swt memberikan rizki ataupun menahannya sesuai dengan kondisi hamba tersebut dan tergantung pada maslahat mereka masing-masing yang tidak diketahui oleh manuisa kecuali Allah Swt sendiri. Kalam-Nya:


“Sesungguhnya Pemeliharamu melapangkan rizki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra`: 30)

Dalam hadits Qudsi, Allah berkalam, “Sesungguhnya pada sebagian hamba-Ku kekayaan merupakan hal yang terbaik baginya. Jika ia miskin ia akan membuat ia celaka. Sesungguhnya pada sebagian hamba-Ku kemiskinan merupakan hal yang terbaik baginya. Jika ia kaya maka ia akan celaka. Sesungguhnya pada sebagian hamba-Ku kesehatan merupakan hal yang terbaik baginya. Jika ia sakit maka ia akan celaka. Sesungguhnya pada sebagian hamba-Ku penyakit merupakan hal yang terbaik baginya. Jika ia sehat maka ia akan celaka…..” (H.R. Abu Nu’aim).

Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah Saw yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah menjaga orang-orang yang beriman dari fitnah dunia sebab Dia mencintainya. (Dia melindungi mereka) bagaikan kalian melindungi orang yang sakit di antara kalian dari sebagian makanan dan minuman.” (Shahihu Jami’ish Shaghir (1318).

Pembaca SUARA ISLAM yang saya hormati, Ingat! Di Balik Ujian ada Hikmahnya, Apa itu? Mari kita semak…

Allah Swt menguji hamba-hamba-Nya agar mereka ingat untuk kembali kepada-Nya sebelum kesempatan itu berlalu begitu saja. Allah Swt berkalam: “Dan Kami timpakan kepada mereka akan adzab supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Az-Zukhruf: 49)

Maka yang demikian merupakan bentuk kecintaan dan rahmat Allah bagi mereka yang bermaksiat. Allah Swt berkalam:


“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (Rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu. Kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Al-An’am: 42)

Allah menguji manusia dengan cara demikian agar mereka bersih dari segala dosa selama di dunia sebelum mereka sampai ke akhirat dan dibersihkan dengan api neraka.

Jika dibandingkan antara ujian di dunia dengan adzab di neraka, manakah di antaranya yang lebih ringan? Bukankah Rasulullah Saw telah bersabda:


“Tidaklah satupun musibah yang menimpa seorang muslim, ataupun cobaan, kegelisahan, kesedihan, kegundahan bahkan duri yang menusuknya melainkan Allah mengampuni dosanya.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaihi).

Beliau juga bersabda: “Jika seseorang senantiasa diuji dengan jiwa, anak dan harta, melainkan nia menemui Allah dalam keadaan tanpa dosa.” (H.R. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah yang dishahihkan oleh Al-Albani di Shahihul Jami’ (5815)

Namun, Allah juga memberikan ujian-Nya terhadap hamba-Nya yang taat sebagai wasilah bagi-Nya untuk mengangkat derajat mereka di surga. Kenapa demikian wahai saudara-saudaraku? Karena amalan mereka tidak mungkin mencukupi untuk sampai kepada deraqjat setinggi itu. Oleh sebab itu ujian merupakan salah satu sarana untuk memperlihatkan pada Allah akan penghambaan mereka, kefakiran, ketundukan dan lain sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidak akan terlihat dari mereka kecuali dengan cara ini.

Al-Qadhi ‘Iyadh menguatkan hal ini dalam kitabnya “Asy-Syifaa bi Ta’rifi Huquqi al-Musthafa”, “Apabila dikatakan Apa hikmah yang terkandung di balik sakit keras yang menimpa Rasulullah Saw dan para Nnbi yang lain? Apa tujuan Allah menimpakan ujian dan memberikan coban kepada mereka seperti; Ayyub, Yahya, Zakariya, Ibrahim, Yusuf dan lainnnya, sedangkan mereka merupakan manusia terbaik pada masanya juga para kekasih Allah?”

Ketahuilah bahwa seluruh perbuatan Allah itu tidak kelar dari timbangan keadilan. Selurh perkataan-Nya jujur sebab tidak ada pengganti dari kalimat-Nya. Dia menguji hamba-Nya dengan tujuan: “Supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat.” (QS. Yunus: 14)

Ujian yang menimpa mereka merupakan suatu hal yang dapat meninggikan posisi mereka serta mengangkat derajat mereka. Selain itu ujian tersebutlah yang akan menjadikan hamba-hamba yang sabar, ridla, bersyukur, bertawakkal, menyerahkan urusan kepada Allah, dan lain sebagainya. Apabila mereka melalui ujian yang ada dengan penuh kesabaran, maka akan terhapuslah segala kesalahan dan segala kelalaian yang telah berlalu sehingga mereka bertemu dengan Allah Swt dalam keadaan bersih dan ganjaran mereka lebih sempurna serta pahala mereka berlipat ganda. (Asy-Syifa lil Qodli ‘Iyadl).


Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Allah Swt tidaklah menimpakan sebuah ujian kepada hamba-Nya melainkan Dia mencintainya dan ingin melihat bagaimana ia tunduk di hadapan-Nya. (Al-Mahabbah li Junaid / 73).

Hai para pembaca SUARA ISLAM yang saya hormati!

Sebagian orang tidak suka dengan turunnya hujan sebab ia dapat menimbulkan bencana. Namun pada dasarnya hujan merupakan rahmat bagi manusia. Sebab dengan hujan tumbuh-tumbuhan bisa hidup dan makhluk lainnya bisa berkembang biak. Tindakan Allah Swt dengan menrunkan hujan bukan berarti Dia tidak memahami terhadap apa yang dirasakan oleh sebagian hamba-Nya. Akan tetapi Allah ingin mewujudkan maslahat umum bagi manusia dengan menetapkan beberapa keputusan meski keputusan tersebut berujung dengan terjadinya banjir dan lain sebagainya.

Biarpun secara kasar mata ujian kelihatan begitu menyusahkan dan menyengsarakan, tapi di baliknya pasti ada rahmat yang begitu banyak. Allah berkalam: “Karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa`: 19)

Nah, dari sini kan dapat kita ketahui, bahwa di balik ujian atau cobaan pasti ada hikmahnya. Berbeda dengan yang dinamakan adzab, itu beda lagi. Kalau adzab ditimpakan supaya manusia yang lain bisa mengambil ibroh dari peristiwa tersebut, atau dapat menjadikannya sebagai pelajaran. Wallahu a’lam.

Jumat, 13 Mei 2016

Ya Rabb Aku Jatuh Cinta

Kalian pasti pernah merasakan yang namanya Jatuh Cinta. Jatuh cinta pada lawan jenis kita misalnya. Kadang membuat jantung berdebar hebat saat melihatnya bahkan tanpa jarang tubuh terasa dingin.  Namun bagaimana sih Solusinya dalam agama kita saat kita terkena virus merah Jambu. Semacam Virus yang kadang membuat kita dimabuk akan cinta dan kadang membuat kita lupa segalanya.

Nah Jatuh cinta memang sering melanda banyak  remaja. Nah namun begitu sangat sedikit yang selamat dan dampaknya luar biasa hebat. Terus bagaimana sih solusinya?

Walaupun efek yang ditimbulkan penyakit al-‘isyq (mabuk cinta) sangat hebat dan sulit melepaskan diri dari jeratannya, namun bukanlah suatu hal yang mustahil apabila penderitanya bisa sembuh dan selamat dari penyakit ini. Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya obat itu mujarab bagi orang yang menerimanya. Adapun orang yang yang mencampuradukkannya niscaya obat itu tidak berguna baginya. “ Maka orang yang benar-benar ingin sembuh, dia harus berupaya berobat. Namun jika tidak, niscaya penyakit akan tetap bercokol bahkan bisa jadi bertambah parah.Berikut ini beberapa terapi yang dapat menyembuhkan dari mabuk asmara:>Ikhlas kepada Allah
Jika seseorang yang terkena penyakit al-‘isyq benar-benar ikhlas dan menghadapkan wajahnya kepada Allah dengan tulus, niscaya Allah akan menolongnya dengan cara yang tiada pernah terlintas di hatinya. Dia akan menyingkirkan segala penghalang menuju jalan taubat.>Berdo’a
Merendahkan diri kepada Allah, secara tulus menyerahkan diri kepada-Nya, ikhlas, dan memohon kepada-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit.



>Menahan pandangan
Ketika seorang hamba menahan pandangannya maka hati turut menahan syahwat dan keinginannya.

>Banyak berpikir dan berdzikir
Hendaklah setiap orang senantiasa ingat bahwa seluruh perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban. Seharusnya ia berpikir bahwa perbincangan dengan kekasihnya akan ditanyakan nanti di hari kiamat. Hendaklah dia berpikir betapa malu dirinya kelak ketika Allah mencela perbuatannya.

>Menjauh dari orang yang dicintainya
Sebab memisahkan diri dan menjauh akan mengusir bayangan orang yang dicintai dalam hatinya. Hendaklah ia bersabar menanggung perpisahan beberapa saat walaupun sulit pada awalnya. Seiring dengan waktu, seluruh masalah akan menjadi mudah.

>Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat
Sebab, mabuk cinta adalah karena kesibukan hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Tetapi ketika ia sibuk dengan hal-hal lain maka cintanya akan memudar, rindunya akan hilang dan akhirnya ia dapat melupakannya.

>Menikah
Sebab pernikahan itu mencukupi segalanya, penuh berkah dan menjadi solusi. Jika orang yang dicintainya adalah wanita yang mungkin dinikahinya maka hendaklah ia menikahinya. Jika sulit menikahinya hendaklah memohon kepada Allah untuk memudahkannya. Jika ia tak bisa menikahinya karena sebab-sebab tertentu, maka hendaklah ia bersabar dan memohon kepada Allah agar diberi jalan keluar.

>Menengok orang sakit, mengiringi jenazah, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir tentang kematian dan kehidupan setelahnya.

>Senantiasa menghadiri majelis ilmu, duduk bersama orang-orang zuhud dan mendengar kisah-kisah orang shalih.

>Memangkas habis ambisi dengan membuang rasa putus asa disertai dengan keinginan keras untuk dapat menundukkan hawa nafsu.

>Selalu konsisten menjaga sholat dengan sempurna, menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.

>Menjaga kharisma agar tidak jatuh kepada kedudukan yang hina dina, tidak jatuh dalam perbuatan yang tercela dan segala bentuk yang dapat menghalangi keutamaan. Orang-orang yang memiliki harga diri tidak pernah mau terikat menjadi budak sesuatu. Lihat saja, betapa hawa nafsu menyebabkan orang-orang mulia menjadi hina.

>Menjaga kemuliaan diri, kesucian dan menjaga kehormatannya
Hal ini akan membuat seseorang jauh dari perkara yang akan meruntuhkan harga dirinya ataupun yang akan menjatuhkan martabatnya.

>Membayangkan cela yang terdapat pada diri orang yang dicintainya
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya manusia penuh dengan najis dan kotoran. Dan orang yang dimabuk cinta melihat kekasihnya dalam keadaan sempurna. Karena cinta, ia tidak dapat melihat aib kekasihnya. Sebab hakikat segala sesuatu dapat disingkap dengan timbangan yang adil. Sementara yang menjadi penguasa atas dirinya adalah hawa nafsu yang zhalim. Itu akan menutupi seluruh cela hingga akhirnya orang yang dilanda cinta melihat kekasihnya yang jelek menjadi jelita. “

>Memikirkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya, baik ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa keinginannya atau ditinggal karena sudah bosan.

>Memikirkan akibat perbuatannya
Orang yang berakal adalah orang yang dapat menimbang apakah cintanya itu akan melahirkan kenikmatan ataukah kesengsaraan.

>Hendaknya orang yang ditimpa ujian seperti ini mengetahui bahwa ujian hidup merupakan sebab munculnya nilai keutamaan seseorang. Jika dia bersabar maka akan tampaklah keutamaannya, sempurnalah kemuliaannya dan derajatnya akan meningkat kepada level yang lebih tinggi.

>Memikirkan betapa banyak hal-hal yang bermanfaat menjadi luput disebabkan menyibukkan diri dengan cinta seperti ini. Orang-orang yang mulia lebih mengutamakan santapan akalnya, walaupun tabi’atnya berusaha menggiringnya kepada syahwat jasmani.

>Melihat kondisi para pemabuk cinta
Bagaimana derita yang mereka tanggung. Bagaimana hidup mereka yang dikucilkan oleh masyarakat. Betapa berantakan segala urusan dunia dan akhirat mereka. Bandingkanlah orang-orang yang menghabiskan hidup untuk cinta buta dengan orang-orang yang memiliki cita-cita yang tinggi dan luhur dan keinginan yang kuat.

Demikanlah di antaranya obat-obat yang dapat menangkal dan menyembuhkan penyakit mabuk asmara. Seperti yang telah disebutkan di atas, semua obat ini tidak akan manjur bila yang melakukannya tidak berusaha dengan sungguh-sungguh ingin sembuh dari penyakitnya. Kita bermohon kepada Allah agar menjauhkan kita dari jalan-jalan kehancuran dan membimbing kita kepada kebaikan dunia dan akhirat.

Wallahu a’lam

*Diringkas dari kitab Al-‘isyq, Bila Hati Dimabuk Cinta karya Muhammad Ibrahim Al-Hamd, penerbit Pustaka At Tibyan Solo —

AKHLAK DULU ATAU JILBAB DULU

Kalian pasti pernah denger pertanyaan seperti itu. Kadang banyak yang menjawab dengan yang penting hatinya dulu yang di Jilbabin kalau makainya mah nnati aja. Sebenarnya bener gak sih jawaban itu?
 Beikut  Allah menjawabnya :

"Katakanlah kpd wanita yg beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yg (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra2 mereka, atau putra2 suami mereka, atau saudara2 mereka, atau putra2 saudara perempuan mereka, atau wanita2 Islam, atau budak2 yg mereka miliki, atau pelayan laki2 yg tdk mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak2 yg belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kpd Allah, hai orang2 yg beriman supaya kamu beruntung." {QS. An-Nur:31}

Bahkan sering kita dengar yang berjilbab aja belum tentu baik hatinya kok. Jadi mending jadi perbaiki akhlak dulu baru deh pakai Jilbab. Nah kadang itu pernyataan yang kurang tepat iya gak sih?

Tapi apakah benarkah kata2 itu diperkenankan ?? Tau nggak sih? Bahwa sesungguhnya memakai jilbab (bagi perempuan), sholat dan puasa (Ramadhan) itu merupakan basic (dasar) bagi seorang Muslim. Logikanya, jika dasarnya (Sholat, puasa, jilbab bg muslimah) saja tdk benar, lalu bagaimana dgn amalan lainnya???

Dalam Islam sendiri belajar menjadi baik dimulai dari aspek lahir kemudian meningkat ke Bathin. Barulah dari penghayaran batin yang lebih lanjut akan membawanya semakin menajdi beik dengan berjalannya waktu.

Dengan kita menggunakan Jilbab kehormatan kita akan menjadi lebih terjaga. Nah mari kita perbaiki ucapan dan penampilan lahir kita. Insya Allah. Allah akan selalu membimbing kita dan mengampuni kesalahan-kesalahan kita. Aamiin...
"Hai orang2 yg beriman, bertaqwalah kamu kpd Allah dan katakanlah perkataan yg benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan2mu dan mengampuni bagimu dosa2mu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yg besar" {QS. Al-Ahzab: 70-71}

Jangan takut dengan ejekan orang-orang yang mengatakan jika kalian tidak pantas dan tidak cantik dengan jilbab kalian dimata mereka. Kalian tak usah peduli dengan kicauan orang-orang sekitar. Yang paling penting anda terlihat canti di mata Allah. 

Namun kadang aada juga berbagai faktor yang menjadi penghambat untuk mengenakan Jilbab. Larangan dari tempat kerja yang tidak memperbolehkan pegawainya berjilbab. Susah dalam mencari pekerjaan dan sebagainya. Namun tenang kalian tidak sendiri. Tau gak sih jika para Akhwat yang sudah bisa mengenakan Jilbab perjuangan mereka juga panjang dan harus melewati jalan yang berkerilik  tajam.  Karena Allah hanya ingin menguji seberasa besar kesungguhan dan niat dalam hati hambanya. Sehingga Ia senantiasa memasukkan anda pada kondisi yang bertolak belakang dengan niat anda.

Misalnya : Ketika anda memutuskan untuk membiasakan memakai gamis dan jilbab yang lebar. Ada saja teman-teman disekitarnu atau bahkan keluargamu yang mengejekmu. Bahkan mereka beranggapan jika kalian ikut aliran radilarisme atau aliran sesat. Mengejek anda dengan sebutan Ibu  pengajian. Namun jangan bersedih tetap tersenyumlah.

Berjuanglah, wahai ukhti... Allah hanya ingin menguji keteguhan hatimu. Apalah artinya cantik,keren,gauk dan mulia dimata manusia jika kita tidak bernilai dihadapan Allah. Sebagai hamba yang selalu berharap rahmat dan karunia dari Allah. sudah semestinyakan Allah yang menjadi prioritas kita. Bukan sanjungan atau pujian dari orang-orag disekitar kita. Dan jika ridho Allah sudah menyertai kita, apa sih yg tdk mungkin? Hidup kita pun menjadi penuh berkah.

Semoga kita dapat terus istiqomah di jalan yg diridhoi-Nya. Amin.

Rabu, 11 Mei 2016

Man Jadda WaJada

Assalamualaikum

Pernah gak sih kalian mendengar uangkapan " Man Jadda WaJada". Ungkapan yang pasti gak asingkan ditelinga kita. Namun tau gak sih arti dari ungkapan itu sendiri?.

Man Jadda WaJada adalah ungkapan Arab yang terkenal dikalangan pesantren dan juga kalangan kita semua pastinya yang artinya “Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil, ”-where there is a will there is a way !” , juga terkenal di masyarakat kita pepatah “Dimana ada kemauan, pasti disitu ada Jalan “. 
Tidak ada hal yang sulit jika kita mau berusaha dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas, yang penting ada kemauan dan ada kesungguhan serta gunakan logika serta ilmu pengetahuan sesuai kapasitas kita masing masing yang telah Allah Ta'ala karuniakan. 

Setiap orang memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang. Bahkan Allah sudah memberikan modal besar berupa otak dan akal yang lebih baik dibandingkan mahluk lainnya dibumi ini. Jadi jangan pernah berfikir dan keliru beranggapan bahwa nasib tidak bisa diuabah. Tau gak sih jika nasib kita itu kita sendirilah yang menentukan, sebagaimana yang telah di firmankan oleh Allah dalam kitab suci Al-Quran bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubah nasib atau keadaan yang ada pada dirinya (QS Ar-Ra'd 11).

Namun banyak orang yang tau akan prissip ini dan sedikit yang mengamalkannya. Banyak contoh yang kita temui dalam kehidupan seharian, banyak orang yang tidak menerapkan prinsip ini. Mereka cepat menyerah, berhenti berusaha, dan menyerah pada nasib.

Mereka suka mengatakan “saya tidak boleh”, " saya tidak bisa" Padahal mereka belum mencobanya.

Baiklah kata kunci dalam pepatah ini ialah jadda atau maksudnya bersungguh-sungguh. Jadi, sejauh mana kita sudah mengamalkan pepatah ini, sejauh kita bersungguh-sungguh?

Jawablah persoalan ini dalam hati kita dengan ikhlas. Ukurlah diri kita tanpa dalih tanpa alasan (jika bersungguh-sungguh ingin maju).

1. Sudahkah kita bersungguh-sungguh melihat peluang?
2. Sudah berapa kali kita gagal dan bangkit mencuba lagi?
3. Seberapa gigih dan tabah kita dalam mencari solusi masalah?
dan sebagainya.

“Tapi saya…” jika kita masih suka mengatakan “tapi” sebagai dalih tidak berusaha, artinya kita belum bersungguh-sungguh. Mungkin dalih kita benar, tetapi kita tidak akan meraih apa yang kita inginkan.

Jika kita memang bersungguh-sungguh, akan selalu ada jalan untuk mencapai apa yang kita inginkan. Akan selalu ada jalan untuk menyelesaikan masalah kita. Kekuatan fikiran, hati, dan tubuh kita sudah cukup untuk mengatasi masalah kita. Sebesar mana pun masalah kita.


"Semua orang memiliki potensi yang sama, yang berbeda ialah sejauh mana kita menggunakan potensi tersebut. Sejauh mana kita menanamkan man jadda wa jada dalam kehidupan kita.

GHIBAH " GOSIP"

assalamualaikum warahmatullahi ta'ala wabarakatuh

Gosip??

Satu hal yang memang tak asing bagi kita. Ngomongin Orang, ngomongin aib orang? Iya gak sih hehehe
Ketika kita berkumpul dengan teman-teman kita "nongkrong" di Cafe kita tanpa sadar ngomongin orang dan bisa merebet kemana-mana. Dari yang ke A bisa nyampe Z dan gak akan ada habisnya.
Katanya sih biar seru-seruan biar bisa ada bahan biar gak boring gitu. Lalu tau gak sih hukum Ghibah itu apa?

“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab: “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Nabi berkata: “Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dia benci.” Ada yang bertanya: “Bagaimana pendapat anda jika padanya ada apa saya bicarakan?” Beliau menjawab: “Jika ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau telah mengghibahnya, dan jika tidak ada padanya apa yang engkau bicarakan maka engkau berbuat buhtan terhadapnya.” [HR Muslim (2589)]

Hadits di atas menerangkan tentang definisi ghibah. Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau aib seorang muslim dengan tidak secara langsung di hadapannya. Sedangkan buhtan adalah berkata dusta terhadap seseorang di hadapannya mengenai sesuatu yang tidak pernah dia lakukan.


Larangan Menggunjing Orang Lain (Ghibah)

بسم الله الرحمن الرحيم
Salah satu bentuk kemaksiatan yang banyak dilakukan oleh manusia adalah gemar membicarakan kejelekan orang lain atau yang diistilahkan dengan ghibah. Bahkan yang parahnya, terkadang apa yang mereka ghibahkan itu tidak ada pada orang yang dighibahi. Padahal dalil-dalil yang menerangkan tentang haramnya ghibah sangatlah tegas dan jelas, baik di dalam Al Qur`anul Karim ataupun di dalam hadits-hadits nabawi.

Berikut ini kami akan menyebutkan beberapa dalil yang melarang kita dari perbuatan ghibah yang kami ringkaskan dari kitab Riyadhush Shalihin karya Imam An Nawawi rahimahullah ta’ala.

 Firman Allah ta’ala:


وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).” [QS Al Hujurat: 12]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya: “Di dalamnya terdapat larangan dari perbuatan ghibah.”

As Sa’di rahimahullah berkata di dalam tafsirnya: “(Allah) menyerupakan memakan daging (saudara)nya yang telah mati yang sangat dibenci oleh diri dengan perbuatan ghibah terhadapnya. Maka sebagaimana kalian membenci untuk memakan dagingnya, khususnya ketika dia telah mati tidak bernyawa, maka begitupula hendaknya kalian membenci untuk menggibahnya dan memakan dagingnya ketika dia hidup.”

Sementara Hukumnya sendiri ada 3 : Haram, Wajib, Boleh
1. Haram
Hukum asal gosip adalah haram. Gosip yang haram adalah ketika anda membicarakan aib sesama muslim yang dirahasiakan. Baik aib itu terkait dengan bentuk fisik atau perilaku; terkait dengan agama atau duniawi. Hukum haram ini tersurat secara tegas dalam Al-Quran, hadits seperti disebut di atas dan ijmak ulama sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/436. Yang menjadi perselisihan ulama hanyalah apakah gosip termasuk dosa besar atau kecil. Mayoritas ulama menganggapnya sebagai dosa besar. Menurut Ibnu Hajar Al-Haitami ghibah dan namimah (adu domba) termasuk dosa besar.
2. WAJIB
Ghibah atau membicarakan / menyebut aib orang lain adakalanya wajib. Hal itu terjadi dalam situasi di mana ia dapat menyelamatkan seseorang dari bencana atau potensi terjadinya sesuatu yang kurang baik. Misalnya, ada seorang pria atau wanita yang ingin menikah. Dia meminta nasihat tentang calon pasangannya. Maka, si pemberi nasihat wajib memberi tahu keburukan atau aib calon pasangannya sesuai dengan fakta yang diketahui pemberi nasihat. Atau seperti si A memberitahu pada si B bahwa si C berencana untuk mencuri hartanya atau membunuhnya atau mencelakakan istrinya, dlsb. Ini termasuk dalam kategori memberi nasihat. Dan hukumnya wajib seperti disebut dalam hadits di atas tentang 6 hak muslim atas muslim yang lain.
3. BOLEH

Imam Nawawi dalam Riyadus Shalihin 2/182 membagi gosip atau ghibah yang dibolehkan menjadi enam sebagai berikut:



الأول: التظلم، فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما مما له ولاية أو قدرة على إنصافه من ظالمه، فيقول: ظلمني فلان كذا.
الثاني: الاستعانة على تغيير المنكر ورد المعاصي إلى الصواب، فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلان يعمل كذا، فازجره عنه.
الثالث: الاستفتاء، فيقول: للمفتي: ظلمني أبي، أو أخي، أو زوجي، أو فلان بكذا.
الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم.
الخامس: أن يكون مجاهرًا بفسقه أو بدعته، كالمجاهر بشرب الخمر ومصادرة الناس وأخذ المكس وغيرها.
لسادس: التعريف، فإذا كان الإنسان معروفًا بلقب الأعمش، والأعرج والأصم، والأعمى والأحول، وغيرهم جاز تعريفهم بذلك.

Artinya:
Pertama, At-Tazhallum. Orang yang terzalimi boleh menyebutkan kezaliman seseorang terhadap dirinya. Tentunya hanya bersifat pengaduan kepada orang yang memiliki qudrah (kapasitas) untuk melenyapkan kezaliman.

Kedua, isti’ānah (meminta pertolongan) untuk merubah atau menghilangkan kemunkaran. Seperti mengatakan kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: "Fulan telah berbuat begini (perbuatan buruk). Cegahlah dia."

Ketiga, Al-Istifta' atau meminta fatwa dan nasihat seperti perkataan peminta nasihat kepada mufti (pemberi fatwa): "Saya dizalimi oleh ayah atau saudara, atau suami."

Keempat, at-tahdzīr lil muslimīn (memperingatkan orang-orang Islam) dari perbuatan buruk dan memberi nasihat pada mereka.

Kelima, orang yang menampakkan kefasikan dan perilaku maksiatnya. Seperti menampakkan diri saat minum miras (narkoba), berpacaran di depan umum, dll.

Keenam, memberi julukan tertentu pada seseorang. Apabila seseorang dikenal dengan julukan
ا
Kategori dan bolehnya ghibah untuk enam kasus di atas disetujui oleh Imam Qurtubi dan dianggap pendapat yang ijmak. Dalam Tafsir Al-Qurtubi 16/339 iya menyatakan
وكذلك قولك للقاضي تستعين به على أخذ حقك ممن ظلمك فتقول فلان ظلمني أو غصبني أو خانني أو ضربني أو قذفني أو أساء إلي، ليس بغيبة. وعلماء الأمة على ذلك مجمعة

Artinya: Begitu juga ucapan anda pada hakim meminta tolong untuk mengambil hak anda yang diambil orang yang menzalimi lalu anda berkata pada hakim: Saya dizalimi atau dikhianati atau dighasab olehnya maka hal itu bukan ghibah. Ulama sepakat atas hal ini.

As-Shan'ani dalam Subulus Salam 4/188 menyatakan
والأكثر يقولون بأنه يجوز أن يقال للفاسق : يا فاسق , ويا مفسد , وكذا في غيبته بشرط قصد النصيحة له أو لغيره لبيان حاله أو للزجر عن صنيعه لا لقصد الوقيعة فيه فلا بد من قصد صحيح

Artinya: Kebanyakan ulama berpendapat bahwa boleh memanggil orang fasik (pendosa) dengan sebutan Wahai Orang Fasiq!, Hai Orang Rusak! Begitu juga boleh meggosipi mereka dengan syarat untuk bermaksud menasihatinya atau menasihati lainnya untuk menjelaskan perilaku si fasiq atau untuk mencegah agar tidak melakukannya. Bukan dengan tujuan terjatuh ke dalamnya. Maka (semua itu) harus timbul dari maksud yang baik.

Nah sudah tau kan sekarang Ghibah itu apa, Larangannya dan hukumnya. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh